“It is health that is real wealth and not pieces of gold and silver.”

Senin, 21 Maret 2011

Air Borne Disease - Penyakit Tuberkulosis (TBC)

Tuberkulosis hingga kini masih jadi masalah kesehatan utama di dunia. Berbagai pihak coba bekerja bersama untuk memeranginya. Bahkan penyakit ini akhirnya “mampu” menggalang dana dari beberapa tokoh dunia seperti Bill Gates dan George Soros, sehingga terbentuk yang dikenal dengan GF ATM (Global Fund against AIDS, TB and Malaria) yang antara lain juga diterima oleh program penanggulangan tuberkulosis di Negara kita. Berbagai kemajuan telah dicapai, antara lain program DOTS dimana Indonesia hamper mencapai target 70/85, artinya sedikitnya 70% pasien TB berhasil ditemukan dan sedikitnya 85% diantaranya berhasil disembuhkan. Di Indonesia juga diperkenalkan beberapa program seperti HDL (Hospital DOTS Linkage) yang melakukan program DOTS di RS, PPP (public privat partnership) atau PPM (public private mix) yang melibatkan sektor private dalam penanggulangan TB di negara kita, Juga akan dilakukan program
DOTS plus untuk menangani MDR TB. Kita tentu berharap agar berbagai upaya ini memberi hasil yang optimal dan untuk itu perlu melibatkan semua stake holder secara aktif dengan member peran dan kesempatan kepada semua pihak secara jelas.

Definisi

Tuberkulosis atau TBC, adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang paling umum mempengaruhi paru-paru. Hal ini ditularkan dari orang ke orang melalui tetesan dari tenggorokan dan paru-paru orang-orang dengan penyakit pernapasan aktif. Pada orang sehat, infeksi Mycobacterium tuberculosis seiring tidak menyababkan gejala, karena system kekebalan seseorang bertindak untuk “dinding off” bakteri. Gejala-gejala TB aktif paru adalah batuk, kadang-kadang dengan sputum atau darah, sakit dada, kelemahan, penurunan berat badan, demam dan berkeringat di malam hari. TBC disembuhkan dengan treatment enam bulan antibiotic.
·         Mycobacterium tuberkulosis telah meng-infeksi sepertiga pendudiuk dunia.
·         Pada Tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TBC karena pada sebagian besar negara didunia, penyakit TBC tidak terkendali, ini disebabkan banyaknya penderita yang tidah berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif).
·         Pada tahun 1995 diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita baru TBC dengan kematian 3 juta orang (WHO, Treatment of Tuberculosis, Guidelines of National Programme 1997) Di negara-negara berkembang kematian
·         TBC merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah Diperkirakan 95% penderita TBC berada di negara berkembang 75% penderita TBC adalah kelompok usia produktif (15- 50 tahun).
·         Munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia, diperkirakan penderita TBC akan meningkat.
·         Kematian wanita karena TBC lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas (WHO).

Masalah Indonesia 
·         Penyakit TBC merupakan masalah utama kesehatan masyarakat :Tahun 1995, hasil survei kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TBC merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah Penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi.
·         Tahun 1999, WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 583.000 kasus baru TBC dengan kematian karena TBC sekitar 140.000 secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita Baru TBC paru BTA positif.
·         Penyakit TBC menyerang sebagian besar kelompok usia kerja belum dapat menjangkau seluruh Puskesmas. Demikian juga Rumah Sakit Pemerintah, Swasta dan unit pelayanan kesehatan lainnya.
·         Tahun 1995–1998 cakupan penderita TBC dengan strategi DOTS baru mencapai sekitar 10% dan error rate pemeriksaan laboratorium belum dihitung dengan baik meskipun cure rate lebih besar dari 85% .
·         Penatalaksanaan penderita dan sistim pencatatan pelaporan belum seragam disemua unit pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
·         Pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak lengkap dimasa lalu, diduga telah menimbulkan kekebalan ganda kuman TBC terhadap obat Anti–tuberkulosis (OAT) atau Multi Drug Resistance (MDR).

Penyebab Penyakit (TBC)


Penyakit TBC disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Jenis bakteri ini pertama kali ditemukan oleh seseorang yang bernama Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, Untuk mengenang jasa beliau maka bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan penyakit TBC pada paru-paru pun dikenal juga sebagai Koch Pulmonum (KP).



Distribusi Penyakit
Tersebar diseluruh dunia. Pada awalnya di Negara industri penyakit tuberkulosis menunjukkan kecenderungan yang menurun baik mortalitas maupun morbiditasnya selama beberapa tahun, namun diakhir tahun 1980 an jumlah kasus yang dilaporkan mencapai grafik mendatar (plateau) dan kemudian meningkat di daerah dengan populasi yang prevalensi HIV–nya tinggi dan di daerah yang dihuni oleh penduduk yang datang dari daerah dengan prevalensi TB tinggi. Mortalitas dan morbiditas meningkat sesuai dengan umur, pada orang dewasa lebih tinggi pada laki-laki. Morbiditas TBC lebih tinggi diantara penduduk miskin dan daerah perkotaan jika dibandingkan dengan pedesaan. Di AS insidensi TBC menurun sejak tahun 1994, penderita yang dilaporkan adalah 9,4/100.000 (lebih dari 24.000 kasus). Daerah dengan insidens rendah termasuk di berbagai wilayah di AS, kebanyakan kasus TBC berasal dari reaktivasi dari fokus laten yang berasal dari infeksi primer. Di sebagian daerah urban yang luas 1/3 kasus berasal dari infeksi baru. Walaupun TBC menempati rangking terendah diantara penyakit menular berdasarkan lama waktu pajanan. Namun pajanan dalam jangka waktu lama dalam lingkungan keluarga menyebabkan risiko terinfeksi sebesar 30%. Jika infeksi terjadi pada anak maka risiko menjadi sakit selama hidupnya sekitar 10%. Bila terjadi koinfeksi dengan HIV risiko pertahun menjadi 2-7% dan risiko kumulatif sebesar 60-80%. KLB dilaporkan terjadi pada kelompok orang yang tinggal pada ruangan yang tertutup seperti dipanti asuhan, penampungan tunawisma, rumah sakit, sekolah, penjara dan gedung perkantoran. Sejak tahun 1989 sampai dengan awal tahun 1990 telah dilaporkan terjadi KLB – MDR yang cukup ekstensif terutama terhadap rifampisin dan INH ditempat dimana banyak penderita HIV yang dirawat. KLB ini menimbulkan angka mortalitas tinggi dan terjadi penularan kepada petugas kesehatan. Dengan penerapan dan pelaksanaan yang ketat pedoman pemberantasan telah berhasil menanggulangi KLB ini. Prevalensi infeksi TB yang ditemukan dengan tes tuberkulin meningkat sesuai dengan umur. Insidensi infeksi di negara berkembang menurun secara bermakna dalam beberapa dekade ini. Angka infeksi pertahun di AS rata-rata kurang dari 10/100.000 penduduk walaupun di beberapa daerah di AS angka kejadian infeksi baru pertahun lebih tinggi. Di daerah dimana terjadi infeksi dengan mycobacterium lain selain tuberkulosis menyebabkan reaksi silang yang menyulitkan interpretasi hasil tes tuberkulin. Infeksi M. bovis pada manusia jarang terjadi di AS tetapi masih menjadi masalah dibeberapa daerah seperti didaerah perbatasan Meksiko dimana penyakit ini pada ternak tidak ditangani dengan baik dan masyarakat masih mengkonsumsi susu mentah.

Reservoir
Umumnya manusia berperan sebagai reservoir, jarang sekali primata, dibeberapa daerah terjadi infeksi yang menyerang ternak seperti sapi, babi dan mamalia lain.

Cara Penularan Penyakit TBC


Penularan penyakit TBC adalah melalui udara yang tercemar oleh Mycobacterium tuberculosis yang dilepaskan/dikeluarkan oleh si penderita TBC saat batuk, dimana pada anak-anak umumnya sumber infeksi adalah berasal dari orang dewasa yang menderita TBC. Bakteri ini masuk kedalam paru-paru dan berkumpul hingga berkembang menjadi banyak (terutama pada orang yang memiliki daya tahan tubuh rendah), Bahkan bakteri ini pula dapat mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening sehingga menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang lain seperti otak, ginjal, saluran cerna, tulang, kelenjar getah bening dan lainnya meski yang paling banyak adalah organ paru.



Masuknya Mycobacterium tuberculosis kedalam organ paru menyebabkan infeksi pada paru-paru, dimana segeralah terjadi pertumbuhan koloni bakteri yang berbentuk bulat (globular). Dengan reaksi imunologis, sel-sel pada dinding paru berusaha menghambat bakteri TBC ini melalui mekanisme alamianya membentuk jaringan parut. Akibatnya bakteri TBC tersebut akan berdiam/istirahat (dormant) seperti yang tampak sebagai tuberkel pada pemeriksaan X-ray atau photo rontgen.


Seseorang dengan kondisi daya tahan tubuh (Imun) yang baik, bentuk tuberkel ini akan tetap dormant sepanjang hidupnya. Lain hal pada orang yang memilki sistem kekebelan tubuh rendah atau kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Sehingga tuberkel yang banyak ini berkumpul membentuk sebuah ruang didalam rongga paru, Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi sputum (riak/dahak). Maka orang yang rongga parunya memproduksi sputum dan didapati mikroba tuberkulosa disebut sedang mengalami pertumbuhan tuberkel dan positif terinfeksi TBC.

Berkembangnya penyakit TBC di Indonesia ini tidak lain berkaitan dengan memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Hal ini juga tentunya mendapat pengaruh besar dari daya tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman yang memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.

Gejala-gejala Penyakit Tuberkulosis (TBC)

Ø  Gejala Utama
Batuk terus menerus dan berdahak selama 3 ( tiga) minggu atau lebih
Ø  Gejala tambahan yang sering dijumpai :
·         Dahak bercampur darah.
·         Batuk darah
·         Sesak nafas dan rasa nyeri dada
·         Badan lemah nafsu makan menurun, berat badan turun rasa kurang enak badan (malaise) berkeringat malam walaupun tanpa kegiatan deman meriang lebih dari sebulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain tuberkulosis . Oleh sebab itu setiap orang yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas harus dianggap sebagai seorang “  Suspek tuberkulosis “ atau tersangka penderita TBC dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

Penemuan Penderita Tuberkulosis ( TBC )
Ø  Penemuan penderita tuberkulosis pada orang dewasa
Penemuan penderita TBC dilakukan secara pasif artinya penjaringan tersangka penderita dilaksanakan pada mereka yang datang berkunjung ke unit pelayanan kesehatan.Penemuan secara pasif tersebut didukung dengan penyuluhan secara aktif baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita cara ini biasa dikenal dengan sebutan passive promotive case finding ( penemuan penderita secara pasif dengan promosi yang aktif ). Selain itu semua kontak penderita TBC Paru BTA positif dengan gejala sama harus diperiksa dahaknya. Seorang petugas kesehatan diharapkan menemukan tersangka penderita sedini mungkin, mengingat tuberkulosis adalah penyakit menular yang dapat mengakibatkan kematian. Semua tersangka penderita harus diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari berturut-turut yaitu sewaktu pagi sewaktu ( SPS ).
Ø  Penemuan penderita tuberkulosis pada anak
Penemuan penderita tuberkulosis pada anak merupakan hal yang sulit sebagian besar diagnosis tiberkulosis anak didasarkan atas gambar klinis gambar radiologis dan uji tuberculin.

Diagnosis Tuberkulosis (TBC)

Ø  Diagnosis tuberkulosis pada orang Dewasa
Diagnosis TBC Paru pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua dari tiga spesimen SPS BAT hasilnya positif.

Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut yaitu foto rontgen dada atau pemeriksaan dahak SPS diulang
·         Kalau hasil rontgen mendukung TBC, maka penderita didiagnosis sebagai penderita TBC BBBBBBts positif
·         Kalau hasil rontgen tidak mendukung TBC maka pemeriksaan dahak SPS diulangi
Apabila fasilitas memungkinkan maka dilakukan pemeriksaan lain misalnya biakan.
Bila ketiga spemen dahak hasilnya negatif  diberikan antibiotik spektrum luas ( misalnya kotrimoksasol atau Amoksisilin) selama 1-2 minggu bila tida ada perubahan namun gejala klinis tetap mencurigakan TBC ulangi pemeriksaan dahak SPS.
·         Kalau hasil SPS positif diagnosis sebagai penderita TBC BTA positif
·         Kalau hasil SPS tetap negatif lakukan pemeriksaan foto rontgen dada untuk mendukung diagnosis TBC
Bila hasil rontgen mendukung TBC didiagnosis sebagai penderita TBC BTA negatif rontgen positif
Bila hasil rantgen tidak di dukung TBC penderita tersebut bukan TBC
UPK yang tidak memiliki fasilitas rontgen penderita dapat dirujuk untuk foto rontgen dada

Ø  Diagnosis Tuberkulosis pada anak
Diagnosis paling tepat adalah dengan ditemukan kuman TBC dari bahan yang diambil dari penderita misalnya dahak bilasan lambung biopsi dll. Tetapi pada anak hal ini sulit dan jarang didapat sehingga sebagian besar diagnasis TBC anak didasarkan atas gambar klinis gambar foto rontgen dada dan uji tuberkulin. Untuk itu penting memikirkan adanya TBC pada anak kalau terdapat tanda tanda yang mencurigakan atau gejala gejala seperti dibawah ini :
1) Seorang anak harus dicurugai menderita tuberkulosis kalau
·         Mempunyai sejarah kontak erat ( serumah ) dengan penderita TBC BTA positif
·         Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG ( dalam 3–7 hari )
·         Terdapat gejala umum TBC
2) Gejala umum TBC pada anak
·         Berat badab turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik (failure to thrive).
·          Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik (failure to thrive) dengan adekuat.
·         Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi saluran nafas akut) dapat disertai keringat malam.
·         Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit biasanya multipel paling sering didaerah leher ketiak dan lipatan paha (inguinal).
·         Gejala –gejala dari saluran nafas misalnya batuk lama lebih dari 30 hari (setelah disingkirkan sebab lain dari batuk) tanda cairan didada dan nyeri dada.
·         Gejala-gejala dari saluran cerna misalnya diare berulang yang tidak sembuh dengan pengobatan diare benjolan (masa) di abdomen dan tanda-tanda cairan dalam abdomen.
3) Gejala spesifik
Gejala-gejala ini biasanya tergantung pada bagian tubuh mana yang terserang misalnya :
·         TBC Kulit/skrofuloderma
·         TBC tulang dan sendi :
-           Tulang punggung ( spondilitis ) : gibbus
-          Tulang panggul ( koksitis ) : pincang pembengkakan dipinggul
-          Tulang lutut : pincang dan / atau bengkak
-          Tulang kaki dan tangan
·         TBC Otak dan Saraf:
Meningitis : dengan gejala iritabel kaku kuduk muntah-muntah dan kesadaran menurun
·         Gejala mata
-          Konjungtivitis fliktenularis
-          Tuberkel koroid ( hanya terlihat dengan funduskopi )
-          Lain-lain
4) Uji Tuberkulin ( Mantoux )
Uji tuberkulin dilakukan dengan cara Mantoux ( pernyuntikan intrakutan ) dengan semprit tuberkulin 1 cc jarum nomor 26. Tuberkulin yang dipakai adalah tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU. Pembacaandilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Diukur diameter transveral dari indurasi yang terjadi. Ukuran dinyatakan dalam milimeter, uji tuberkulin positif bila indurasi >10 mm ( pada gizi baik ), atau >5 mm pada gizi buruk.
Bila uji tuberkulin positif, menunjukkan adanya infeksi TBC dan  kemungkinan ada TBC aktif pada anak. Namun uji tuberkulin dapat negatif pada anak TBC dengan anergi ( malnutrisi , penyakit sangat berat pemberian imunosupresif, dll ).Jika uji tuberkulin meragukan dilakukan uji ulang.
5) Reaksi Cepat BCG
Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat ( dalam 3-7 hari ) berupa kemerahan dan indurasi > 5 mm, maka anak tersebut dicurigai telah terinfeksi Mycobacterium tubercolosis.
6) Foto Rontgen dada
Gambar rontgen TBC paru pada anak tidak khas dan interpretasi foto biasanya sulit, harus hati-hati kemungkinan bisa overdiagnosis atau underdiagnosis. Paling mungkin kalau ditemukan infiltrat dengan pembesar kelenjar hilu atau kelenjar paratrakeal.
Gejala lain dari foto rontgen yang mencurigai TBC adalah:
·         Milier
·         Atelektasis /kolaps konsolidasi
·         Infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal
·         Konsolidasi ( lobus )
·         Reaksi pleura dan atau efusi pleura
·         Kalsifikasi
·         Bronkiektasis
·         Kavitas
·         Destroyed lung
Bila ada diskongruensi antara gambar klinis dan gambar rontgen harus dicurigai TBC.Foto rontgen dada sebaiknya dilakukan PA ( postero- Anterior ) dan lateral, tetapi kalau tidak mungkin PA saja.
7) Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi
 Pemeriksaan BTA secara mikroskopis langsung pada anak biasanya dilakukan dari bilasan lambung karena dahak sulit didapat pada anak. Pemeriksaan BTA secara biakan ( kultur ) memerlukan waktu yang lama cara baru untuk mendeteksi kuman TBC dengan cara PCR ( Polymery chain Reaction ) atau Bactec masih belum dapat dipakai dalam klinis praktis. Demikian juga pemeriksaan serologis seperti Elisa, Pap, Mycodot dan lain-lain masih memerlukan penelitian lebih lanjut untuk pemakaian dalam klinis praktis.
8) Respons terhadap pengobatan dengan OAT
Kalau dalam 2 bulan menggunakan OAT terdapat perbaikan klinis akan menunjang atau memperkuat diagnosis TBC,Bila dijumpai 3 atau lebih dari hal-hal yang mencurugakan atau gejala-gejala klinis umum tersebut diatas, maka anak tersebut harus dianggap TBC dan diberikan pengobatan dengan OAT sambil di observasi selama 2 bulan . bila menunjukan perbaikan, maka diagnosis TBC dapat  dipastikan dan OAT diteruskan sampai penderita tersebut sembuh. Bila dalam observasi dengan pemberian OAT selama 2 bulan tersebut diatas, keadaan anak memburuk atau tetap, maka anak tersebut bukan TBC atau mungkin TBC tapi kekebalan obat ganda aatau  Multiple Drug Resistent ( MDR  ), Anak yang tersangka MDR perlu dirujuk ke rumah Sakit untuk mendapat penatalaksanaan spesialistik lebih jelas, lihat “ alur Deteksi
Dini dan Rujukan TBC Anak “ pada halaman berikut.
Penting diperhatikan bahwa bila pada anak dijumpai gejala-gejala berupa kejang kesadaran menurun, kaku kuduk, benjolan dipunggung maka ini merupakan tanda-tanda bahaya,anak tersebut harus segera dirujuk ke Rumash Sakit untuk penatalaksanaan selanjutnya. Penjaringan Tersangka Penderita TBC . Anak bisa berasal dari keluarga penderita BTA positif ( Kontak serumah ), masyarakat ( kunjungan posyandu ) , atau dari penderita –penderita yang berkunjung ke Puskesmas maupun yang langsung ke Rumah Sakit.


Strategi Penanggulangan Penyakit Tuberkulosis (TBC)
ü  Paradigma Sehat
1) Meningkatkan penyuluhan untuk menemukan kontak sedini mungkin serta meningkatkan cakupan Program.
2) Promosi Kesehatan dalam rangka meningkatkan perilaku hidup sehat.
3) Perbaikan perumahan serta peningkatan status gizi pada kondisi tertentu.
ü  Strategi DOTS, sesuai rekomendasi WHO, terdiri atas 5 kompomen
1) Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana.
2) Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
3) Pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas menelan obat (PMO)
4) Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.
5) Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TBC.
ü  Peningkatan mutu pelayanan
1) Pelatihan seluruh tenaga pelaksana.
2) Ketepatan diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik.
3) Kualitas laboratorium diawasi melalui pemeriksaan uji silang (cross check)
4) Untuk menjaga kualitas pemeriksaan laboratorium, dibentuklah KPP (kelompok Puskesmas Pelaksana) terdiri dari 1 (satu) PRM (Puskesmas Rujukan Mikroskopik) dan beberapa PS (Puskesmas Satelit) Untuk daerah dengan geografis sulit dapat dibentuk PPM (Puskesmas Pelaksana Mandiri).
5) Ketersediaan OAT bagi semua penderita TBC yang ditemukan.
6) Pengawasan kualitas OAT dilaksanakan secara berkala dan terus menerus.
7) Keteraturan menelan obat sehari-hari diawasi oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) keteraturan pengobatan tetap merupakan tanggung jawab petugas kesehatan.
8) Pencatatan dan pelaporan dilaksanakan dengan teratur, lengkap dan benar. Pengembangan program dilakukan secara bertahap ke seluruh UPK.
ü  Peningkatan kerjasama dengan semua pihak melalui kegiatan advokasi diseminasi informasi dengan memperhatikan peran masing-masing.
ü  Kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program meliputi : Perencanaan pelaksana monotoring dan evaluasi serta mengupayakan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana).
ü  Kegiatan penelitian dan pengembangan dilaksanakan dengan melibatkan semua unsur terkait.
ü  Memperhatikan komitmen internasional.

Pengawasan Penderita, Kontak dan Lingkungan sekitarnya
1). Laporkan segera kepada instansi kesehatan setempat jika ditemukan penderita TB atau yang diduga menderita TB. Penyakit TB wajib dilaporkan di AS dan hampir di semua negara di dunia kelas 2A (lihat tentang pelaporan penyakit menular). Penderita TB perlu dilaporkan jika hasil pemeriksaan bakteriologis hasilnya positif atau tes tuberkulinnya positif atau didasarkan pada gambaran klinis dan foto rontgen. Departemen Kesehatan mempertahankan sistem pencatatan dan pelaporan yang ada bagi penderita yang membutuhkan pengobatan dan aktif dalam kegiatan perencanaan dan monitoring pengobatan.
2). Isolasi: Untuk penderita TB paru untuk mencegah penularan dapat dilakukan dengan pemberian pengobatan spesifik sesegera mungkin. Konversi sputum biasanya terjadi dalam 4 – 8 minggu. Pengobatan dan perawatan di Rumah Sakit hanya dilakukan terhadap penderita berat dan bagi penderita yang secara medis dan secara sosial tidak bisa dirawat di rumah. Penderita TB paru dewasa dengan BTA positif pada sputumnya harus ditempatkan dalam ruangan khusus dengan ventilasi bertekanan negatif. Penderita diberitahu agar menutup mulut dan hidung setiap saat batuk dan bersin. Orang yang memasuki ruang perawatan penderita hendaknya mengenakan pelindung pernafasan yang dapat menyaring partikel yang berukuran submikron. Isolasi tidak perlu dilakukan bagi penderita yang hasil pemeriksaan sputumnya negatif, bagi penderita yang tidak batuk dan bagi penderita yang mendapatkan pengobatan yang adekuat (didasarkan juga pada pemeriksaan sensitivitas/resistensi obat dan adanya respons yang baik terhadap pengobatan). 550 Penderita remaja harus diperlakukan seperti penderita dewasa. Penilaian terus menerus harus dilakukan terhadap rejimen pengobatan yang diberikan kepada penderita. Terapkan sistem DOPT apabila secara finansial dan logistik memungkinkan dan diterapkan pada penderita yang kemungkinan mengalami resistensi terhadap pengobatan, adanya riwayat compliance yang jelek, diberlakukan juga terhadap mereka yang hidup dalam lingkungan dimana kalau terjadi relaps dapat menularkan kepada banyak orang.
3). Pencegahan infeksi: Cuci tangan dan praktek menjaga kebersihan rumah harus dipertahankan sebagai kegiatan rutin. Tidak ada tindakan pencegahan khusus untuk barang-barang (piring, sprei, pakaian dan lainnya). Dekontaminasi udara dengan cara ventilasi yang baik dan bisa ditambahkan dengan sinar UV.
4). Karantina: Tidak diperlukan.
5). Penanganan kontak. Di AS terapi preventif selama 3 bulan bila skin tes negatif harus diulang lagi, imunisasi BCG diperlukan bila ada kontak dengan penderita.
6). Investigasi kontak, sumber penularan dan sumber infeksi: Tes PPD direkomendasikan untuk seluruh anggota keluarga bila ada kontak. Bila hasil negatif harus diulang 2-3 bulan kemudian. Lakukan X-ray bila ada gejala yang positif. Terapi preventif bila ada reaksi positif dan memiliki risiko tinggi terjadi TBC aktif (terutama untuk anak usia 5 tahun atau lebih) dan mereka yang kontak dengan penderita HIV (+), diberikan minimal sampai skin tes negatif. Sayang sekali di negara berkembang penelusuran kontak didasarkan hanya pada pemeriksaan sputum pada orang yang memiliki gejala-gejala TBC.
7). Terapi spesifik: Pengawasan Minum obat secara langsung terbukti sangat efektif dalam pengobatan TBC di AS dan telah direkomendasikan untuk diberlakukan di AS. Pengawasan minum obat ini di AS disebut dengan sistem DOPT, sedangkan Indonesia sebagai negara anggota WHO telah mengadopsi dan mengadaptasi sistem yang sama yang disebut DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse). Penderita TBC hendaknya diberikan OAT kombinasi yang tepat dengan pemeriksaan sputum yang teratur. Untuk penderita yang belum resisten terhadap OAT diberikan regimen selama 6 bulan yang terdiri dari isoniazid (INH), Rifampin (RIF) dan pyrazinamide (PZA) selama 2 bulan kemudia diikuti dengan INH dan PZA selama 4 bulan. Pengobatan inisial dengan 4 macam obat termasuk etambutol (EMB) dan streptomisin diberikan jika infeksi TB terjadi didaerah dengan peningkatan prevalensi resistensi terhadap INH. Namun bila telah dilakukan tes sensititvitas maka harus diberikan obat yang sesuai. Jika tidak ada konversi sputum setelah 2-3 bulan pengobatan atau menjadi positif setelah beberapa kali negatif atau respons klinis terhadap pengobatan tidak baik, maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kepatuhan minum obat dan tes resistensi. Kegagalan pengobatan umumnya karena tidak teraturnya minum obat dan tidak perlu merubah regimen pengobatan. Perubahan Supervisi dilakukan bila tidak ada perubahan respons klinis penderita. Minimal 2 macam obat dimana bekteri tidak resisten harus ada dalam regiemen pengobatan. Jangan sampai menambahkan satu jenis obat baru pada kasus yang gagal. Jika INH atau rifampisin tidak dapat dimasukkan kedalam regimen maka lamanya pengobatan minimal selama 18 bulan setelah biakan menjadi negatif. 551 Untuk penderita baru TBC paru dengan BTA (+) di negara berkembang, WHO merekomendasikan pemberian 4 macam obat setiap harinya selama 2 bulan yang teridiri atas RIF, INH, EMB, PZA diikuti dengan pemberian INH dan RIF 3 kali seminggu selama 4 bulan. Semua pengobatan harus diawasi secara langsung, jika pada pengobatan fase kedua tidak dapat dilakukan pengawasan langsung maka diberikan pengobatan substitusi dengan INH dan EMB selama 6 bulan. Walaupun pengobatan jangka pendek dengan 4 macam obat lebih mahal daripada pengobatan dengan jumlah obat yang lebih sedikit dengan jangka waktu pengobatan 12- 18 bulan namun pengobatan jangka pendek lebih efektif dengan komplians yang lebih baik. Penderita TBC pada anak-anak diobati dengan regimen yang sama dengan dewasa dengan sedikit modifikasi. Kasus resistensi pada anak umumnya karena tertular dari penderita dewasa yang sudah resisten terlebih dahulu.Anak dengan limfadenopati hilus hanya diberikan INH dan RIF selama 6 bulan. Pengobatan anak-anak dengan TBC milier, meningitis, TBC tulang/sendi minimal selama 9-12 bulan, beberapa ahli menganjurkan pengobatan cukup selama 9 bulan. Etambutol tidak direkomendasikan untuk diberikan pada anak sampai anak cukup besar sehingga dapat dilakukan pemeriksaan buta warna (biasanya usia > 5 tahun). Penderita TBC pada anak dengan keadaan yang mengancam jiwa harus diberikan pengobatan inisial dengan regimen dengan 4 macam obat. Streptomisin tidak boleh diberikan selama hamil. Semua obat kadang-kadang dapat menimbulkan reaksi efek samping yang berat. Operasi toraks kadang diperlukan biasanya pada kasus MDR.

Pengobatan Penderita TBC
Ø  Tujuan Pengobatan
ü  Menyembuhkan penderita
ü   Mencegah kematian
ü  Mencegah kekambuhan
ü  Menurunkan tingkat penularan

Ø  Jenis dan Dosis OAT
a) Isoniasid ( H )
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sanat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang berkembang,Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kk BB,sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.
b) Rifampisin ( R )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semi  –dormant ( persister ) yang tidak dapat dibunuh oleh isoniasid dosis 10 mg/kg BB diberikan sama untuk mengobatan harian maupun intermiten 3 kal seminggu.
c) Pirasinamid ( Z )
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kg BB ,sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg BB.
d) Streptomisin ( S )
Bersifat bakterisid . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama penderita berumur sampai 60 tahun dasisnya 0,75 gr/hari sedangkan unuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.
e) Etambulol ( E)
Bersifat sebagai bakteriostatik . Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg/BB.
Ø  Prinsip Pengobatan
Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persister) dapat dibunuh.Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong.
Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman TBC akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). uNtuk menjamin kepatuhan penderita menelan obot , pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT=Direcly Observed Treatment) oleh seorang pengawas Menelan Obat (PMO )Pengobatan TBC diberikan dalam 2 tahap yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap Intensif
Pada tahap intensif ( awal ) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OATterutama rifampisin . Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan  secara tepat biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalamkurun waktu 2 minggu sebagian besar penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif ( konversi ) pada akhir pengobatan intensif.
**Pengawasan Ketat dalam tahap intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.**
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit , namum dalam jangka waktu yang lebih lama
**Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister ( dormant ) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan**

Referensi :
XDR TB, extensive drug resistant TB. Awareness and Emergency Response. Short Briefing Note. WHO Stop TB Partnership, September 2006.
Chin,James MD, MPH. Kandun, I Nyoman.2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Edisi 17
Anonim.2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan ke-8. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.


Razanahtulhaq Azzahra
E2A009089/R.1


1 komentar:

  1. baca setengah aja udah capek >_<
    #tulisan anak kuliahan
    tapi oke qaqa :-)

    sumber inspirasi saya ♥

    BalasHapus